Jangan Biarkan Kearifan Lokal Kita Punah

Selong- Setelah perjalanan dari kabupaten Dompu, Kota Bima dan Kabupaten Bima Silaturrahim Akses Kearifan Lokal yang digelar Dinas Sosial Provinsi NTB bekerja sama dengan Dinas Sosial Kabupaten/Kota setempat, kegiatn tersbut berlanjut di Kabupaten Lombok Timur pada hari Jum’at (21/07/2017).

Kepala Dinas sosial Peovinsi NTB H. Ahsanul Khalik pada pembukaan Silaturrahim Akses Kearifan Lokal Kabuten Lombok Timur di Aula Rumah Makan Arbi Desa Rempung Kecamatan Pringgasela dalam sambutannya menyampaikan bahwa tantangan modernisasi serta globalisasi yang menjadi momok penting dalam pergeseran nilai budaya lokal seringkali dianggap sebagai hal sepele bahkan biasa oleh sebagian orang.

Padahal ini merupakan masalah yang cukup serius dan bisa menjangkit sendi-sendi kebudayaan kita. Sehingga lahirlah budaya-budaya baru yang notabene merupakan produk budaya barat yang bahkan dapat mengkerdilkan identitas kebangsaan kita. Terlebih banyaknya selogan-selogan akademis yang mengatasnamakan keadilan gender, mendekonstruksi budaya partimornial dan bahkan masih banyak lagi proyek-proyek brain washing lainya yang mereka tawarkan atas nama keadilan dalam rangka membangkitkan pemikiran progresif.

Begitu pula halnya di Lombok Timur telah terjadi pergeseran yang luar biasa katanya, di mana anak-anak muda sekarang tidak lagi memahami bahkan tidak tahu sama sekali tentang adanya kearifan lokal yang dimiliki oleh bangsa sasak dan diwariskan oleh para tetua zaman dahulu sebagai salah satu cara menyelesaikan berbagai persoalan sosial yang muncul di masyarakat.

Acara Silarurrahim Kearifan Lokal di Lombok Timur dihadiri oleh kepala Dinas Sosial Lombok Timur, para Kepala Bidang Dinas Sosial Lombok Timur, perwakilan camat, kepala desa, Babinsa, Binmas Pol dan unsur tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan tokoh pemuda sebanyak 60 orang.

Lebih lanjut khalik menjelaskan bahwa Masyarakat Sasak sebenarnya telah mempunyai kearifan lokal yang sangat complicated yang berkembang sejak zaman dahulu kala, sebagaimana halnya masyarakat lain yang juga mempunyai kearifan lokal mereka sendiri, baik yang menyangkut sosila ekonomi, politik, keagamaan, kesenian, kerajinan, serta permainan dan makanan khas daerah. Maju dan mundurnya kearifan lokal suatu masyarakat terkait pula dengan keyakinan keagamaan yang mereka miliki, termasuk dalam hal ini adalah seni budaya masyarakat Sasak.

Khalik mengungkapkan di antara kearifan lokal Sasak yang berkembang saat ini, dapat kita klasifikasikan menjadi lima kelompok besar:, sosial budaya, ritus keagamaan, kesenian, perkawinan, kerajinan, dan permainan.

Dalam sosil budaya misalnya kita menenal apa yang di sebut dengan Saling jot/perasak (saling memberi atau mengantarkan makanan), pesilaq (saling undang untuk suatu hajatan keluarga), saling pelangarin (saling layat jika ada kerabat/sahabat yang meninggal), ayoin (saling mengunjungi), dan saling ajinan (saling menghormati atau saling menghargai terhadap pebedaan, menghargai adanya kelebihan dan kekurangan yang dimilki oleh seseorang atau kelompok tertentu), saling jangoq (silaturrahmi saling menjenguk jika ada di antara sahabat sedang mendapat atau mengalami musibah), saling begawe (mendatangi kerabat atau tetangga yang mengadakan acara dengan membawa beras atau gula), ikut menyongkolan (tradisi mengantarkan pengantin peria kerumah mertuanya), Medang (semacam acara memasak yang dilakukan oleh remaja putri ditempat kerabat atau tetangga yang mengadakan selamatan, apakah itu daam acara pernikahan maupun sunatan.

Tapi semua ini mulai tegerus oleh zaman dan prilaku masyarakat kita seolah-olah tidak lagi membutuhkan berbagai kearifan lokal itu, sehingga gampang sekali kemudian muncul masaah sosial dan bahkan konflik sosial yang seharusnya tidak perlu terjadi ungkap khalik.

Oleh kerenanya peran stakeholder atau pemegang kebijakan dalam hal ini aparat pemerintah, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat, sangat memiliki peran penting dalam melestarikan budaya bangsa khulusnya local wisdom yang menjadi icon bangsa ini. Karena tanpa peran meraka dan kita bersama dalam mempertahankan kebudayaan lokal, lalu kita bisa mengharapkan siapalagi untuk melakukannya, pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *