Oleh
H. Ahsanul Khalik
Kepala Dinas Sosial Provinsi NTB
Dari kawah candradimuka al-Mujahidin, jelajah dakwah sosial TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dimulai. Pilihan nama ‘al-Mujahidin’ jelas bukan sembarang pilih karena di dalamnya Maulanasyaikh, tanda kehormatan dari jama’ahnya, menitipkan semangat perjuangan-revolusi serta kesadaran untuk menyudahi praktik penjajahan Belanda. Saban hari, ia tak pernah lelah menyusuri kampung demi kampung untuk menyiramkan api perjuangan bagi anak negeri yang nyaris tenggelam dalam keputusasaan oleh karena begitu lamanya mereka berada dalam sekapan penjajahan.
Membangun kesadaran kultural yang demikian tidak muda dilakukan oleh Sang Guru Muda tersebut karena sempat tersiar desas-desus yang boleh jadi angin dan asapnya ditiup oleh kaki tangan Belanda untuk menggerogoti jalan perjuangan yang sedang ia retas. Sejenak ia dikucilkan oleh umatnya, tapi tak melangkah mundur jelas bukan pilihannya. Kecintaannya terhadap jama’ahnya yang sempat ‘tersesat’ dan Indonesia telah mengalahkan kekecewaan, bahkan kemarahannya.“Mendidik-mengarahkan umat adalah fardhu ‘ain. Saya berdosa sekiranya meninggalkan tugas ini,” elaknya sewaktu diadili oleh pemuka masyarakat kala itu.
Badai pun berlalu. Desakan dari masyarakat untuk membangun lembaga pendidikan formal tak dapat iabendung. Tanggal 22 Agustus 1937 sejarah itu mulai menutur riwayat: Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) namanya. Tak berhenti sampai di situ, pada tanggal 21 April 1943, lembaga pendidikan khusus perempuan ia dirikan: Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI). Pendirian lembaga pendidikan formal yang kala itu hanya dinikmati segelintir orang, jelas tindakan radikal bahkan kelewat berani, tapi bahwa membuka akses pendidikan bagi perempuan yang masih terkurung dalam kegelapan ilmu pengetahuan, jelas praktik yang sangat revolutif. Tapi Zainuddin tak punya pilihan selain melembagakan ijtihadnya demi melapangkan jalan transformasi kesadaran berbangsa serta alih nilai religiusitas-keberagamaan yang sekaligus menjadi ‘ruang inkubasi’ pengentalan cita rasa kebangsaan yang sewaktu-waktu akan diledakkan.
Waktu itupun tiba. Kabar bahwa Indonesia telah lahir sebagai negara merdeka tersyiar sampai ke telinga masyarakat Sasak dan NTB secara umum. Gegap-gempita masyarakat menyambut hari baru itu. Tapi ini tak lama karena napas kemerdekaan belum sempat ditarik sepenuhnya, tentara Belanda menginjakkan kaki untuk kesekian kalinya: menjajah dan mengoyak kemerdekaan. Kemarahan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tak lagi dapat dibendung. Napasnya menggelegar, jiwa raganya terpanggil untuk mengangkat senjata melawan kehadiran ‘baru’ Belanda. Pesantren al-Mujahidin menjadi lokus utama perlawanan. Siasat dan strategi disusun. Skema pergerakan dibanguuun. Tuan Guru Zainuddin tampil memompa ruh perjuangan dengan dalil dan dalih agama. Gema takbir berkumandang di mana-mana. Bara perjuangan membakar jiwa raga manusia-manusia Sasak. Barisan perjuangan disusun. Persenjataan disiapkan. Doa-doa keselamatan dipanjatkan oleh Maulanasyaikh. TGH. Muhammad Faisal didaulat sebagai komandan pasukan yang dibantu oleh para tokoh masyarakat, tokoh agama, jama’ah, dan para santri Pesantren al-Mujahidin asuhan Sang Maulana, king makerdi balik layar, menggalang kekuatan massa dan spirit perjuangan. Tanggal 7 Juni 1946 pertempuran hebat terjadi, tapi logistik persenjataan yang tak seimbang, perlawanan ini berhasil dijinakkan oleh ‘Tuan Meneer’. Mayat para pejuang dan penduduk tak berdosa tergeletak.Tuan Guru Faisal, adik TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, adalah salah satu yang syahid di antara mereka.
Gerak langkah Tuan Guru Zainuddin dan Pesantren al-Mujahidin dipersulit. Ruang geraknya dipersempit. Telinga dan mata dipasang oleh Belanda untuk memantau sepak-terjangnya. Madrasah-Madrasah di bawah naungan Nahdlatul Wathan ditutup: hukuman atas keterlibatan mereka dalam ‘pemberontakan’ melawan Belanda. Tapi Maulanasyaikh melawan Belanda: mengingatkan mereka akan politik etik-balas budi yang dicetus oleh Ratu Wilhelmina, ratu Belanda. Madrasah-madrasah asuhan Tuan Guru Zainuddin bersemi kembali, bahkan semakin melebar keluar Pancor. Para abituren, sebutan untuk alumni madrasah Nahdlatul Wathan, memperluas kepakan sayap NW hatta nyaris tak ada sudut di Pulau Lombok yang nihil dari madrasah binaan Maulanasyaikh. Tanpanya, boleh jadi masyarakat Lombok akan menjadi buih dalamkebodohan dan akan tertidur lama dalam lorong sunyikejahilan pengetahuan, dan kebutaan terhadap agama.
Paska lepas sepenuhnya dari penjajahan, TGKH.Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sempat singgah sebagai politisi, bahkan terpilih sebagai anggota Konstituante mewakili Masyumi. Pun sempat duduk sebagai anggota MPR Fraksi Utusan Daerah pada masa Orde Baru. Tapi ruang politik praktis dirasa bukan ‘rumah abadinya’ oleh karena tarikan untuk mengabdi serta melayani umat dalam ruang intimasi-audiensi bersama umat: jihad kultural dalam medan dakwah dan bilik kependidikan adalah panggilan jiwanya. Lembaga-lembaga pendidikan mulai dari dasar hingga universitas dibangun di sudut-sudut negeri Indonesia. Kini telah puluhan ribu alumni lahir dari didikan tangan dingin Maulanasyaikh.
Diberi gelar Abu al- Madaris wa al- Masajid, Tuan Guru Pancor, panggilan penuh ta’zim dari jama’ahnya, telah mewakafkan dirinya untuk umat. Melayani umat untuk menutupi dahaga spiritualitas mereka dengan menuangkan pemahaman dan laku sosial yang nyata. Kehadirannya tak ubahnya bagaikan bintang di tengah kesepian umat yang merindu akan ceguk kearifan. Mendatangi umat adalah kebahagiaannya tak ubahnya air mendatangi sumur dan membiarkan mereka menimba kearifan. Ia adalah sumber mata air kejernihan bagi masyarakat Lombok dalam bentangan usianya yang panjang. Tanpanya, boleh jadi Lombok tak akan dikenal sebagai “Pulau Seribu Masjid”, tak akan dipenuhi dengan menara-menara masjid. Dus, kontribusi TGKH.Muhammad Zainuddin Abdul Madjid terlalu jelas bagi bangsa ini. Jejak langkahnya adalah oase yang tak akan pernah kering dan akan terus tumbuh subur dirawat oleh anak-anak negeri: kita bangsa Indonesia yang teramat mencintai negeri ini. Wallahu’alam bishawab.(*)
Terimakaih Informasinya